Pengertian GCGMencuatnya skandal
keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom, Tyco, Global
Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan kualitas Good
Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo (2007:7) Istilah GCG secara luas telah dikenal
dalam dunia usaha. Berikut ini adalah beberapa pengertian
GCG :
1) Menurut Hirata (2003) dalam
Pratolo (2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan
pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur,
pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme pengecekan dan
pemantauan perilaku manejemen puncak”.
2) Menurut Pratolo (2007:8), “GCG
adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki tujuan untuk
mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak
merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
3) Tanri Abeng dalam Tjager
(2003:iii) menyatakan bahwa “CG merupakan pilar utama fondasi korporasi untuk
tumbuh dan berkembang dalam era persaingan global, sekaligus sebagai prasyarat
berfungsinya corporate leadership yang efektif”.
4) Zaini dalam Tjager (2003:iv)
menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance system diharapkan dapat
menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi melalui mekanisme control and
balance antar berbagai organ dalam korporasi, terutama antara Dewan Komisiaris
dan Dewan Direksi”.
Secara sederhananya, CG diartikan
sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan
organisasi.
b. Prinsip-prinsip dan Manfaat
GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan
kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem
pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan
dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan
praktek GCG pada BUMN.
1)
Transparansi, Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai
dalam rencana kerja dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
2)
Kemandirian, Suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi
limbahnya tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
3)
AkuntabilitasKejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak
boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus
selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu
tinggi.
4)
Pertanggungjawaban, Kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris, Direksi, dan jajaran
manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan.
5)
Kewajaran (fairness), Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra,
memberi perlakuan yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
PENGEMBANGAN CODE OF CONDUCT
Pengelolaan perusahaan tidak
dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of
Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam
bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan
perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan
standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku
bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan
dalam code of conduct. Dengan dilaksanakannya komitmen diharapkan akan
menciptakan nilai tambah tidak saja bagi perusahaan, tetapi juga bagi pelaku
bisnis sehingga kepentingan pelaku bisnis dapat diselaraskan dengan tujuan
perusahaan.
Untuk mendukung terciptanya
tujuan perusahaan maka pelaku bisnis akan mengimplementasikan komitmen tersebut
dalam pengelolaan perusahaan sehari-hari, yaitu:
a. Pelaku bisnis akan bekerja
secara profosionalPelaku bisnis PTPN IV (Persero) sama-sama bertindak untuk
bekerja secara professional dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Professional dalam hal ini, artinya pelaku bisnis harus dapat memahami,
menghayati dan melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab
masing-masing dengan memanfaatkan keahlian maupun potensi diri pribadi untuk
mencapai tujuan perusahaan secara efektif, efesien, dan optimal.
b. Pelaku bisnis bekerja kreatif
dan inovatifPelaku bisnis juga bertekad untuk bekerja secara kreatif dan
inovatif dalam menjalankan tugas masing-masing. Kreatifitas dan inovasi dapat
dimiliki seseorang dengan cara belajar sendiri dari buku, dan pengalaman sendiri
atas praktek bisnis yang sehat serta belajar dari pengetahuan/pengalaman orang
lain.
Pelaku bisnis mendukung penerapan
Good Corporate GovernancePenerapan Good Corporate Governance (GCG) akan
mendorong perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang unggul dan nilai tambah
ekonomi pemegang saham dan para stakeholder, termasuk pelaku bisinis.Penerapan
prinsip-prinsip GCG bukan hanya di Kantor Direksi tetapi meliputi seluruh
jajaran perusahaan baik pada Bagian, Kantor Group Unit Usaha.
Prinsip-prinsip GCG akan
tercermin dalam imolementasi Code of Conduct (Pedoman Perilaku). Karena penerapan GCG akan berdampak kepada
peningkatan nilai termasuk bagi pelaku bisnis, maka seluruh pelaku bisnis
perusahaan sepakat dan bertekad mendukung GCG pada PTPN IV (Persero).
Terdapat enam hal tujuan dari
penerapan GCG pada BUMN
1) Memaksimalkan nilai BUMN
dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,
bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik
secara nasional maupun internasional.
2) Mendorong pengelolaan BUMN
secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemandirian organ.
3) Mendorong agar organ dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholder maupun
kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4) Meningkatkan kontribusi BUMN
dalam perekonomian nasional.
5) meningkatkan iklim investasi
nasional.
6) Mensukseskan program
privatisasi.
Adapun keuntungan yang diperoleh
dengan menerapkan Corporate Governance pada perusahaan adalah:
1) lebih mudah meningkatkan modal
2) mengurangi biaya modal
3) meningkatkan kinerja perusahaan
dan kinerja keuangan
4) memberikan dampak yang baik
terhadap harga saham.
Penerapan GCG dapat meningkatkan
nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang
mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan diri sendiri,
dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan kepercayaan investor.
Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan investor,
lemahnya praktik GCG merupakan salah satu faktor yang memperpanjang krisi
ekonomi di Negara kita.Pemerintah melalui kantor kementrian BUMN maupun
otoritas pasar modal dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan
direksi Bursa Efek Indonesia (pada saat itu masih Bursa Efek Jakarta) telah
mewajibkan BUMN dan Emiten untuk menerapkan kebijakan GCG yang bertujuan
menciptakan kepastian hukum yang bermuara kepada perlindungan investor dan
masyarakat. Focus utama penerapan GCG saat ini adalah di lingkungan BUMN dan
perusahaan terbuka, namun kenyataannya konsep GCG masih belum dipahami dengan
baik oleh sebagian besar pelaku usaha.Penerapan GCG di organisasi publik, bank
maupun BUMN, dirahapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat, untuk
mengantisipasi persaingan yang ketat di era pasar bebas, tanggung jawab sosial
perusahaan dan etika bisnis. Suatu bisnis tidak hanya dijalankan dengan modal
uang saja, tetapi juga dengan tanggung jawab dan moralitas perusahaan terhadap
stakeholders dan masyarakat. Penerapan GCG tidak dapat dilepaskan dari moral
dan etika para pelaku bisnis, yang selayaknya dituangkan dalam suatu standar
baku di masing-masing perusahaan yang disebut Corporate Code of
Conduct.Privatisasi memungkinkan penerapan GCG dengan lebih baik dan konsisten
di lingkungan BUMN, yang pada gilirannya menumbuhkan keyakinan investor kepada
BUMN. Bagi Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang hampir menyentuh berbagai
sektor ekonomi nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN akan sangat
berpengaruh secara keseleruhan.Privatisasi memungkinkan penerapan GCG dengan
lebih baik dan konsisten di lingkungan BUMN, yang pada gilirannya menumbuhkan
keyakinan investor kepada BUMN. Bagi Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang
hampir menyentuh berbagai sektor ekonomi nasional, tumbuhnya keyakinan investor
terhadap BUMN akan sangat berpengaruh secara keseleruhan.
Komite Nasional mengenai
kebijakan Corporate Governance (National Committee on Corporate Governance /
NCCG), Agustus 1999 menidentifikasi 13 bidang penting yang memerlukan
pembaharuan, menyusun dan menerbitkan Pedoman Good Corporate Governance (Code
for Good Corporate Governance), (Maret 2001) yang dapat digunakan oleh
korporasi dalam mengembangkan Corporate Governance, berisi :
1. Hak dan tanggung jawab
pemegang saham.
2. Fungsi, tugas dan kewajiban
dewan komisaris.
3. Fungsi, tugas dan kewajiban
dewan direksi.
4. Sistem audit, termasuk peran
auditor eksternal dan komite audit.
5. Fungsi, tugas dan kewajiban
sekretaris perusahaan.
6. Hak stakeholders, dan akses
kepada informasi yang relevan.
7. Keterbukaan yang tepat waktu
dan akurat.
8. Kewajiban para komisaris dan direksi
untuk menjaga kerahasiaan.
9. Larangan penyalahgunaan
informasi oleh orang dalam.
10. Etika berusaha.
11. Ketidakpatutan pemberian
donasi politik.
12. Kepatuhan pada peraturan
perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja dan pelestarian
lingkungan.
13. Kesempatan kerja yang sama
bagi para karyawan.
Selain itu, Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI) merupakan salah satu institusi yang aktif dan
representative, (didirikan tahun 2000), diprakarsai 5 asosiasi bisnis, yaitu :
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan
Manajemen (IAI-KAM), Ikatan Netherlands Association (INA/Perkumpilan Indonesia
Belanda), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). FCGI bertujuan menjebatani
kesenjangan antara praktik bisnis sekarang dengan international best practice,
dan memberi informasi tentang Corporate Governance. Tantangn yang dihadapi oleh
dunia bisnis akan semakin beragam bentuknya, dan tantangan tersebut akan jauh
lebih nyata pada masa mendatang, di mana dunia semakin tidak bisa dibatasi lagi
secara nyata dengan sekat, karena perkembangan teknologi informasi yang semakin
canggih
http://nikensetiariniii.blogspot.com/2014/10/gcg-dan-perilaku-etika-dalam-profesi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar