Alangkah kaya warna-warni budayanya, first
nation yang berjuang di atas tanah sendiri, dan konon ia adalah negara
kepulauan terbesar atau mungkin juga terindah di dunia; kita panggil ia,
Indonesia.
Berabad-abad sudah kebudayaan peradaban ini hidup dan berjuang untuk terus hidup. Salah satu kebudayaan yang giat diceriterakan ke berbagai penjuru dunia ialah kesenian. Ragam kesenian, meliputi tari, musik, teater, hingga aneka jenis lainnya.
Sejumlah kesenian tersebut dibawakan tidak hanya oleh orang-orang Indonesia dari segala umur, bahkan juga warga negara asing pun ikut membantu menyebarluaskan. Mereka mempelajarinya, sampai dengan membuka program khusus di universitas untuk menekuni hal tersebut. Begitu seriusnya mereka mencari tahu tentang suatu budaya; suatu produk peradaban yang mengandung ‘nilai’.
Nilai, ya semua macam kesenian yang dipromosikan tersebut sesungguhnya mengandung nilai dasar yang mempengaruhi tumbuh kembangnya peradaban tersebut. Terdapat ‘arti’ yang mendewasakan tata tutur hingga pola pikir mereka. Namun, apakah semua hal ini cukup dipahami oleh para promotornya; mereka yang mempromosikan?.
Not really, inilah jawaban yang sering keluar dari sebagian mereka. Ada beberapa tafsiran dari jawaban tersebut. Pertama, bisa jadi mereka cukup sedikit memahami secara umum makna dan nilai dari kesenian tersebut. Kedua, jawaban tersebut bisa jadi sebagai tameng agar si penanya tidak bertanya lebih banyak lagi, karena jika ditanya bisa jadi ia tidak tahu apa-apa soal nilainya.
Berabad-abad sudah kebudayaan peradaban ini hidup dan berjuang untuk terus hidup. Salah satu kebudayaan yang giat diceriterakan ke berbagai penjuru dunia ialah kesenian. Ragam kesenian, meliputi tari, musik, teater, hingga aneka jenis lainnya.
Sejumlah kesenian tersebut dibawakan tidak hanya oleh orang-orang Indonesia dari segala umur, bahkan juga warga negara asing pun ikut membantu menyebarluaskan. Mereka mempelajarinya, sampai dengan membuka program khusus di universitas untuk menekuni hal tersebut. Begitu seriusnya mereka mencari tahu tentang suatu budaya; suatu produk peradaban yang mengandung ‘nilai’.
Nilai, ya semua macam kesenian yang dipromosikan tersebut sesungguhnya mengandung nilai dasar yang mempengaruhi tumbuh kembangnya peradaban tersebut. Terdapat ‘arti’ yang mendewasakan tata tutur hingga pola pikir mereka. Namun, apakah semua hal ini cukup dipahami oleh para promotornya; mereka yang mempromosikan?.
Not really, inilah jawaban yang sering keluar dari sebagian mereka. Ada beberapa tafsiran dari jawaban tersebut. Pertama, bisa jadi mereka cukup sedikit memahami secara umum makna dan nilai dari kesenian tersebut. Kedua, jawaban tersebut bisa jadi sebagai tameng agar si penanya tidak bertanya lebih banyak lagi, karena jika ditanya bisa jadi ia tidak tahu apa-apa soal nilainya.
Itulah sebagian mereka, kita tetap
mengapresiasi dan berterima kasih kepada mereka karena telah bersemangat
meluaskan salah satu produk kebudayaan bangsa, Indonesia. Tapi kita akan lebih
bangga lagi jika mereka juga memahami dengan baik makna dan nilai-nilai yang
terkandung dalam ragam kesenian yang mereka mainkan.
Pemahaman kemudian akan membawa pada kesadaran pengakuan atas nilai-nilai tersebut. Berikutnya, diharapkan nilai-nilai tersebut masuk dan melekat dalam identitas pribadi, akhirnya menjadi karakter; membentuk ciri ke-Indonesiaan.
Beberapa yang terjadi hari ini ialah; sebagian penggiat kesenian Indonesia yang sering bertandang ke berbagai penjuru dunia dan bertemu kebudayaan baru di sana, tergiring dan bahkan larut oleh budaya pop di sana. Akibat dari mereka kurang atau bahkan tidak paham akan nilai dari budaya yang mereka bawa, sehingganya kesenian tersebut hanya jadi topeng bagi mereka.
Topeng, yang dipakai hanya ketika show dan hanya berarti sebagai properti yang tak melekat dengan diri. Di luar show, mereka tidak hidup dengan nilai dari produk budaya tersebut, mereka hidup dengan nilai ‘asing’; diluar budaya asli (seharusnya).
Bukan topeng, bukan hanya menjadi topeng mestinya semua kesenian yang mereka mainkan. Menjadi pakaian inti, itulah hendaknya cara memperlakukan makna dari kesenian tersebut. Pakaian yang ketika ia dilepaskan, maka akan memberi malu bagi pemakainya. Karena itu, ia selalu dipakai kemana pun badan berjalan. Hal ini juga kelak yang menjadikan ia ‘unik’ dan berbeda. Memahami dengan baik apa makna, nilai dari produk budaya; bisa menjadi nilai tambah bagi perkembangan life skill individu.
Penggiat kesenian harusnya bukan sekadar menjadi penghibur yang menebar hiburan kosong dan hampa. Tak hanya saja menjual gerakan dan harmonisasi nada, gerak, warna, dan kemasan luar lainnya. Itu hanya hiburan semu yang punya daya tahan lemah terhadap godaan hiburan lainnya yang dinamis dan bisa jadi lebih menarik. Hiburan semu tersebut kering, dan akan hilang sampai lenyap dengan cepat.
Itulah, salah satu penyebab banyak budaya asli Indonesia lekas lenyap. Krisis pemahaman akan nilainya oleh si pemilik budaya. Ditambah pula serbuan budaya asing yang marak dengan kekuatan kapitalnya, lumpuh sudah budaya tua itu. Tinggallah beberapa orang yang masih mencoba memperjuangkannya, namun masih agak terlunta-lunta, kurang berkekuatan ‘nilai’.
Maka bagi para pejuang nilai-nilai ke-Indonesiaan, mari coba ketahui lebih dalam makna kebudayaan tersebut. Yakinlah ketika kita mampu menemukannya, itu akan melekat menjadi sebuah pembelajaran budaya yang sesungguhnya, yang ber’nilai’.
Dalam skala yang lebih besar, panjang, dan luas, ini akan mampu menjadi sebuah cultural understanding; memperkaya nilai pemahaman atas ragam budaya. Lebih luas lagi, usaha di atas akan memicu mutual understanding antarkebudayaan. Ini berarti semakin mendekatkan kepada perdamaian; harmonisasi peradaban, lebih dari sekadar harmonisasi nada, gerak, dan warna.
Itulah cita-cita besar jauh di depan sejatinya yang mampu diraih oleh para penggiat promosi kesenian asli, jika mampu benar-benar memahami nilai yang terkandung di dalam kesenian tersebut dan melekatkannya menjadi identitas yang dibanggakan.
Namun, jika mereka tak kunjung berniat memahami ke arah tersebut dan terus hanya berjingkrak kosong. Maka kita khawatir, suatu hari beberapa orang akan menyebut mereka tak jauh berbeda layaknya topeng monyet, bertopeng dan hanya bertugas sebagai penghibur yang mencari bayaran dan tepuk tangan.
Jika beberapa waktu lalu santer berita tentang pelarangan topeng monyet oleh seorang kepada daerah di suatu provinsi, karena alasan ekploitasi binatang. Maka jangan sampai suatu hari nanti akan keluar berita pelarangan promosi kesenian dengan alasan ekploitasi manusia.
Sebelum kegilaan itu terjadi, mari mengenal lebih dalam kebudayaan kita. Sungguh banyak nilai kearifan yang terkandung dan bisa menjadi modal berharga bagi keberlangsungan peradaban.
Pemahaman kemudian akan membawa pada kesadaran pengakuan atas nilai-nilai tersebut. Berikutnya, diharapkan nilai-nilai tersebut masuk dan melekat dalam identitas pribadi, akhirnya menjadi karakter; membentuk ciri ke-Indonesiaan.
Beberapa yang terjadi hari ini ialah; sebagian penggiat kesenian Indonesia yang sering bertandang ke berbagai penjuru dunia dan bertemu kebudayaan baru di sana, tergiring dan bahkan larut oleh budaya pop di sana. Akibat dari mereka kurang atau bahkan tidak paham akan nilai dari budaya yang mereka bawa, sehingganya kesenian tersebut hanya jadi topeng bagi mereka.
Topeng, yang dipakai hanya ketika show dan hanya berarti sebagai properti yang tak melekat dengan diri. Di luar show, mereka tidak hidup dengan nilai dari produk budaya tersebut, mereka hidup dengan nilai ‘asing’; diluar budaya asli (seharusnya).
Bukan topeng, bukan hanya menjadi topeng mestinya semua kesenian yang mereka mainkan. Menjadi pakaian inti, itulah hendaknya cara memperlakukan makna dari kesenian tersebut. Pakaian yang ketika ia dilepaskan, maka akan memberi malu bagi pemakainya. Karena itu, ia selalu dipakai kemana pun badan berjalan. Hal ini juga kelak yang menjadikan ia ‘unik’ dan berbeda. Memahami dengan baik apa makna, nilai dari produk budaya; bisa menjadi nilai tambah bagi perkembangan life skill individu.
Penggiat kesenian harusnya bukan sekadar menjadi penghibur yang menebar hiburan kosong dan hampa. Tak hanya saja menjual gerakan dan harmonisasi nada, gerak, warna, dan kemasan luar lainnya. Itu hanya hiburan semu yang punya daya tahan lemah terhadap godaan hiburan lainnya yang dinamis dan bisa jadi lebih menarik. Hiburan semu tersebut kering, dan akan hilang sampai lenyap dengan cepat.
Itulah, salah satu penyebab banyak budaya asli Indonesia lekas lenyap. Krisis pemahaman akan nilainya oleh si pemilik budaya. Ditambah pula serbuan budaya asing yang marak dengan kekuatan kapitalnya, lumpuh sudah budaya tua itu. Tinggallah beberapa orang yang masih mencoba memperjuangkannya, namun masih agak terlunta-lunta, kurang berkekuatan ‘nilai’.
Maka bagi para pejuang nilai-nilai ke-Indonesiaan, mari coba ketahui lebih dalam makna kebudayaan tersebut. Yakinlah ketika kita mampu menemukannya, itu akan melekat menjadi sebuah pembelajaran budaya yang sesungguhnya, yang ber’nilai’.
Dalam skala yang lebih besar, panjang, dan luas, ini akan mampu menjadi sebuah cultural understanding; memperkaya nilai pemahaman atas ragam budaya. Lebih luas lagi, usaha di atas akan memicu mutual understanding antarkebudayaan. Ini berarti semakin mendekatkan kepada perdamaian; harmonisasi peradaban, lebih dari sekadar harmonisasi nada, gerak, dan warna.
Itulah cita-cita besar jauh di depan sejatinya yang mampu diraih oleh para penggiat promosi kesenian asli, jika mampu benar-benar memahami nilai yang terkandung di dalam kesenian tersebut dan melekatkannya menjadi identitas yang dibanggakan.
Namun, jika mereka tak kunjung berniat memahami ke arah tersebut dan terus hanya berjingkrak kosong. Maka kita khawatir, suatu hari beberapa orang akan menyebut mereka tak jauh berbeda layaknya topeng monyet, bertopeng dan hanya bertugas sebagai penghibur yang mencari bayaran dan tepuk tangan.
Jika beberapa waktu lalu santer berita tentang pelarangan topeng monyet oleh seorang kepada daerah di suatu provinsi, karena alasan ekploitasi binatang. Maka jangan sampai suatu hari nanti akan keluar berita pelarangan promosi kesenian dengan alasan ekploitasi manusia.
Sebelum kegilaan itu terjadi, mari mengenal lebih dalam kebudayaan kita. Sungguh banyak nilai kearifan yang terkandung dan bisa menjadi modal berharga bagi keberlangsungan peradaban.
Analisis :
Tulisan ini menyampaikan kepada
pembaca untuk lebih menghargai kesenian indonesia. Banyak orang yang masih
tidak mencintai kesenian indonesia sehingga mudah terpengaruh budaya dari luar.
Akibat dari ketidak pahaman ini, kesenian tersebut hanya akan menjadi topeng
bagi mereka.penggiat seni di indonesiapun seperti layaknya topeng monyet,
bertopeng dan hanya bertugas menjadi penghibur mencari bayaran dan tepuk
tangan. Kita harus lebih menghargai dan memahami kesenian indosia agar kesenian
indonesia tidak hilang nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar