Minggu, 10 November 2013

Tulisan 8 - Kedewasaan Ber-Demokrasi


Hari Senin kemarin, 11 Agustus2008, saya sempat terharu membaca salah satu berita dari rubrik Internasional harian Kompas. Pada halaman delapan tersebut dimuat foto ketika Hillary Clinton berkampanye untuk mendukung Senator Barack Obama, calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat.

Apa yang membuat saya terharu adalah Hillary Clinton sebelumnya adalah lawan tanding Barack Obama untuk memenangkan posisi sebagai calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat. Mungkin sebagian kita di Indonesia juga mengikuti melalui berita bagaimana mereka bersaing merebut suara dukungan dari rakyat Amerika. Mereka bekerja sangat keras untuk meraih sebanyak mungkin simpati dari para pemilih. Akhirnya kita mengetahui bahwa Barack Obama akhirnya memenangi pertarungan ini. Kita juga pernah membaca berita bahwa untuk pemilihan awal ini Hillary Clinton harus meminjam uang jutaan dollar untuk membiayai kampanyenya. Halaman pertama pesta demokrasi di Amerika Serikat telah dilalui dan calon Presiden dari Partai Demokrat akhirnya dipegang oleh seorang calon yang menjanjikan ‘harapan baru’bagi rakyat Amerika.

Politikus Matang
Lawan menjadi kawan. Inilah yang jarang terjadi di Indonesia. Saat ini di Indonesia, hampir setiap minggu ada yang namanya PILKADA. Setiap kali hasil Pilkada diumumkan, jarang sekali yang mau langsung menerima hasil pilkada tersebut. Lihat saja di Maluku Utara yang hasil Pilkada-nya ngga beres-beres sampai sekarang. Bahkan beberapa waktu lalu rumah salah satu calon Gubernur dibakar oleh para pendukung lawan politiknya.

Kita juga masih melihat sampai sekarang dimana mantan Presiden Megawati masih tidak saling bicara dengan Presiden SBY, mantan pembantunya yang sekarang menjadi Presiden dinegeri ini. Kritikan-kritikan pedas dengan nada menyerang masih terus didengungkan oleh mantan Presiden Wanita pertama dinegeri kita ini. Hampir setiap hari rakyat disuguhkan berita-berita tentang silang pendapat diantara para politikus ‘senior’ dinegeri ini. Bukannya berita tentang keberhasilan pembangunan, yang ada hanya berita-berita ‘black campaign’ yang keluar dari mulut para politikus.
Saya ingin bertanya kepada rakyat Indonesia, siapapun orangnya sang calon pemimpin itu, apakah kita mau memiliki Pemimpin yang hanya pandai berwacana dan yang hanya pandai mengkritik lawan politik ? Apakah kita mau memiliki Pemimpin yang yang belum dewasa dalam berpolitik dan tidak menerima kekalahan dalam berpesta demokrasi ?
Reformasi dan keterbukaan di negeri ini baru mampu diterjemahkan oleh sebagian besar politikus sebagai ‘hanya kebebasan berbicara tanpa ditangkap’, ‘kebebasan mengkritik pemimpin tanpa dicopot dari jabatannya’. Reformasi dan keterbukaan belum mampu diterjemahkan ‘siap kalah – siap menang’.

Walau terkadang muak melihat sikap Amerika yang sok menjadi polisi dan presiden dunia, nyatanya dalam hal berdemokrasi kita harus banyak belajar dari mereka. Saya tidak tahu kapan hal itu akan terjadi di Indonesia, negeri yang sangat saya cintai ini. Namun yang pasti, perjalanan masih sangat panjang. Mari kita berharap pada rumput yang bergoyang …..



Analisis : Artikel ini membahas tentang buruk nya persaingan pemilu di Indonesia apalagi jika dibandingkan dengan pemilu di Amerika dimana para politikus mampu bersikap demokrasi. Maka dari itu negara kita masih harus banyak belajar hal – hal positif dari negara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar