Hari Senin kemarin, 11 Agustus2008, saya sempat terharu membaca salah satu
berita dari rubrik Internasional harian Kompas. Pada halaman delapan tersebut
dimuat foto ketika Hillary Clinton berkampanye untuk mendukung Senator Barack
Obama, calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat.
Apa yang membuat saya terharu adalah Hillary Clinton sebelumnya adalah lawan
tanding Barack Obama untuk memenangkan posisi sebagai calon Presiden Amerika
Serikat dari Partai Demokrat. Mungkin sebagian kita di Indonesia juga
mengikuti melalui berita bagaimana mereka bersaing merebut suara dukungan dari
rakyat Amerika. Mereka bekerja sangat keras untuk meraih sebanyak mungkin
simpati dari para pemilih. Akhirnya kita mengetahui bahwa Barack Obama akhirnya
memenangi pertarungan ini. Kita juga pernah membaca berita bahwa untuk
pemilihan awal ini Hillary Clinton harus meminjam uang jutaan dollar untuk
membiayai kampanyenya. Halaman pertama pesta demokrasi di Amerika Serikat
telah dilalui dan calon Presiden dari Partai Demokrat akhirnya dipegang oleh
seorang calon yang menjanjikan ‘harapan
baru’bagi rakyat Amerika.
Politikus Matang
Lawan menjadi kawan. Inilah yang jarang terjadi di Indonesia. Saat ini di
Indonesia, hampir setiap minggu ada yang namanya PILKADA. Setiap kali hasil
Pilkada diumumkan, jarang sekali yang mau langsung menerima hasil pilkada
tersebut. Lihat saja di Maluku Utara yang hasil Pilkada-nya ngga beres-beres sampai
sekarang. Bahkan beberapa waktu lalu rumah salah satu calon Gubernur dibakar
oleh para pendukung lawan politiknya.
Kita juga masih melihat sampai sekarang dimana mantan Presiden Megawati
masih tidak saling bicara dengan Presiden SBY, mantan pembantunya yang sekarang
menjadi Presiden dinegeri ini. Kritikan-kritikan pedas dengan nada menyerang
masih terus didengungkan oleh mantan Presiden Wanita pertama dinegeri kita ini.
Hampir setiap hari rakyat disuguhkan berita-berita tentang silang pendapat diantara
para politikus ‘senior’ dinegeri
ini. Bukannya berita tentang keberhasilan pembangunan, yang ada hanya
berita-berita ‘black campaign’ yang keluar dari mulut para
politikus.
Saya ingin bertanya kepada rakyat Indonesia, siapapun orangnya sang calon
pemimpin itu, apakah kita mau memiliki Pemimpin yang hanya pandai berwacana
dan yang hanya pandai mengkritik lawan politik ? Apakah kita mau memiliki
Pemimpin yang yang belum dewasa dalam berpolitik dan tidak menerima
kekalahan dalam berpesta demokrasi ?
Reformasi dan keterbukaan di negeri ini baru mampu diterjemahkan oleh
sebagian besar politikus sebagai ‘hanya kebebasan berbicara tanpa ditangkap’,
‘kebebasan mengkritik pemimpin tanpa dicopot dari jabatannya’. Reformasi dan
keterbukaan belum mampu diterjemahkan ‘siap kalah – siap menang’.
Walau terkadang muak melihat sikap Amerika yang sok menjadi polisi dan
presiden dunia, nyatanya dalam hal berdemokrasi kita harus banyak belajar dari
mereka. Saya tidak tahu kapan hal itu akan terjadi di Indonesia, negeri yang sangat
saya cintai ini. Namun yang pasti, perjalanan masih sangat panjang. Mari kita
berharap pada rumput yang
bergoyang …..
Analisis : Artikel ini membahas tentang buruk nya persaingan pemilu di
Indonesia apalagi jika dibandingkan dengan pemilu di Amerika dimana para
politikus mampu bersikap demokrasi. Maka dari itu negara kita masih harus
banyak belajar hal – hal positif dari negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar